
Sungguh beruntung kita menjadi bagian dari Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang dihuni ratusan suku, Indonesia punya banyak warisan nusantara yang filosofis dan beragam jenisnya. Satu diantaranya, tenun ikat.
Tenun ikat merupakan kriya yang dihasilkan dari helaian benang pakan atau benang lungsin yang lebih dulu diikat, lalu dicelupkan pewarna, dan kemudian ditenun. Proses penenunan bisa berlangsung selama enam bulan hingga bertahun lamanya. Tergantung kerumitan corak dan pola hias karena masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).
Tenun ikat bisa kita temukan di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor.
Kain tenun ikat gringsing dari Tenganan, Karangasem, Bali menjadi satu-satunya kain di Indonesia yang dibuat dari teknik tenun ikat ganda (dobel ikat). Ada juga jenis kain ikat yang dibuat dari benang emas atau perak dan diberi nama Songket. Motif kain songket hanya terlihat pada satu sisi kain, sedangkan motif kain ikat dari benang pakan atau lungsin terlihat pada kedua sisi kain.
Tahukah Anda, di Desa Ndao, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, setiap perempuan yang pandai menenun begitu diistimewakan. Bahkan, besarnya mas kawin seorang perempuan Ndao diukur dari ketrampilannya menenun. Dulu di usia lima tahun anak perempuan Ndao mulai wajib belajar menenun. Bagi mereka, menenun tak sekadar menghasilkan kain. Menenun adalah terapi kesabaran, ketekunan, kelemahlembutan, pengorbanan, dan kesederhanaan. Warga Ndao bahkan masih menggunakan benang asli yang berasal dari tanaman kapas yang mereka tanam sendiri, dan diproses menjadi benang secara manual.
Tenun Ikat khas Pulau Inandao Kabupaten Rote Ndao, dipajang di desa wisata kampung Inandao, Baa, ibu kota Rote Ndao. Kampung ini selalu dikunjungi wisatawan yang membeli tenun ikat khas Inandao dan berbagai cinderamata lainnya.

Pernahkah Anda bertanya mengapa selembar kain tenun ikat bisa seharga jutaan rupiah?
Sama halnya dengan produk fashion internasional yang diproduksi dengan sentuhan tangan, begitu pula mewahnya tenun ikat. Helaian benang berukuran 0,5-0,7 milimeter dililit dengan teliti menggunakan lurit atau sebatang kayu halus berukuran 1 meter dan lebar 10 sentimeter. Fungsinya lurit untuk menekan dan merapatkan benang-benang. Proses yang memerlukan ketekunan inilah yang akan menghasilkan lembaran-lembaran kain ikat berkualitas baik.
Tak hanya itu, bagi masyarakat Desa Doka, di Kelurahan Bola, Kabupaten Sikka, Flores, tenun ikat yang mereka buat merupakan bentuk penghormatan pada alam. Ini tercermin dari pewarnaan yang dipilih juga menggunakan bahan-bahan alam seperti pewarna kuning diambil dari ku
nyit dan kulit pohon nangka. Sedangkan warna merah dari kemiri, daun pohon dadap, dan akar pohon mengkudu. Warna hijau berasal dari daun kacang dan daun nila, dan warna coklat berasal dari akar mengkudu dan pohon tembakau. Untuk proses pewarnaan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan. Mereka pun tak sekadar menggunakan, tapi ikut menanam kembali jenis tanaman yang mereka gunakan. Pewarnaan ini tidak berbahaya, bahkan ampas tanamannya bisa digunakan sebagai pupuk tanaman.
Ada juga tenun ikat Sumba yang mendunia. Tenun ini juga dikerjakan dari benang kapas dan pewarna alami. Proses pembentukan motifnya dengan cara mengikat benang-benang yang sudah jadi menggunakan daun gewang atau sejenis daun palem agar warna pada motif dan warna dasar kain bisa berbeda. Untuk pewarnaan, para perempuan Sumba memanfaatkan akar mengkudu untuk mendapatkan warna merah, warna cokelat dari lumpur, biru dari nila, dan kuning dari kayu. Kain tenun Sumba terkenal mahal karena proses pembuatannya yang rumit dan memakan waktu cukup lama, yaitu mulai 6 bulan sampai 3 tahun.
Motif pada kain ikat Sumba memiliki filosofi khusus. Motif kuda memiliki arti kejantanan dan motif ayam menggambarkan kehidupan perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Kain ikat ini menjadi sangat populer setelah diangkat oleh beberapa desainer ternama Indonesia seperti Biyan dan Didiet Maulana.
Di Kediri, Jawa Timur juga punya tenun ikat lho. Namanya Tenun Ikat Bandar Kidul dari Kelurahan Bandar Kidul di Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Proses pembuatan tenun ikat dimulai dari pemintalan benang, pengikatan benang untuk membuat motif, kemudian pencelupan benang untuk mengeluarkan warna, lalu masuk ke proses penjemuran, setelah selesai barulah masuk ke tahap penenunan.
Begitu istimewanya ikat membuat Ruma Manis ingin mengambil inspirasi darinya. Bersama Katherine Karnadi, Ruma Manis mempersembahkan koleksi IKAT yang terdiri dari kitchen textile dan dining plates.